0

BUDIDAYA KAKAP PUTIH


Indonesia memiliki potensi sumber daya perairan yang cukup besar untuk usaha budidaya ikan, namun usaha budidaya ikan kakap belum banyak berkembang, sedangkan di beberapa negara seperti: Malaysia, Thailand dan Singapura, usaha budidaya ikan kakap dalam jaring apung (floating net cage) di laut telah berkembang.

Ikan Kakap Putih (Lates calcarifer, Bloch) atau lebih dikenal dengan nama seabass/Baramundi merupakan jenis ikan yang mempunyai nilai ekonomis, baik untuk memenuhi kebutuhan konsumsi dalam negeri maupun ekspor. Produksi ikan kakap di indonesia sebagian besar masih dihasilkan dari penangkapan di laut, dan hanya beberapa saja diantarannya yang telah di hasilkan dari usah pemeliharaan (budidaya). Salah satu faktor selama ini yang menghambat perkembangan usaha budidaya ikan kakap di indonesia adalah masih sulitnya pengadaan benih secara kontinyu dalam jumlah yang cukup.

Dalam upaya pengembangan budidaya ikan kakap putih di indonesia, telah dikeluarkan Paket Teknologi. Budidaya Kakap Putih di Karamba Jaring Apung melalui rekomendasi Ditjen Perikanan No. IK. 330/D2. 10876/93K, yang dilanjutkan dengan Pembuatan Petunjuk Teknis Paket Teknologi.

Tahapan-tahapan dalam pelaksanaan budidaya laut ini yakni :
A. Pra Budidaya
Pada tahap pra budidaya yang pertama dilakukan yakni pemilihan lokasi budidaya. Pada tahap pemilihan lokasi ini yang harus kita perhatikan adalah faktor-faktor yang mempengaruhi kegiatan budidaya. Untuk itu maka perlu diadakan survey yang bertujuan agar kegiatan budidaya lebih optimal. Faktor-faktor yang memepnagruhi kegiatan budidaya kakap putih ini yakni :
a. Perairan pantai/ laut yang terlindung dari angin dan gelombang
b. Kedalaman air yang baik untuk pertumbuhan ikan kakap putih berkisar antara 5 ~ 7 meter.
c. Pergerakan air yang cukup baik dengan kecepatan arus 20-40 cm/detik.
d. Kadar garam 27 ~ 32 ppt, suhu air 28 ~ 30 0C dan oksigen terlarut 7 ~ 8 ppm
e. Benih mudah diperoleh.
f. Bebas dari pencemaran dan mudah dijangkau.
g. Tenaga kerja cukup tersedia dan terampil.

Kegiatan lain yang mesti dilakukan pada tahapa ini yakni penentuan metode yang digunakan misalnya Karamba Jaring Apung (KJA). Secara garis besar metode karamba jaring apung terdiri dari :
a. Jaring terbuat dari bahan:
- Bahan: Jaring PE 210 D/18 dengan ukuran lebar mata 1 ~ 1,25”, guna untuk menjaga jangan sampai ada ikan peliharaan yang lolos keluar.
- Ukuran: 3 m x 3 m x 3 m- 1 Unit Pembesaran: 6 jaring (4 terpasang dan 2 jaring cadangan)
b. Kerangka/Rakit: Kerangkan berfungsi sebagai tempat peletakan kurungan.
- Bahan: Bambu atau kayu
- Ukuran: 8 m x 8 mc. Pelampung: Pelampung berpungsi untuk mengapungkan seluruh sarana budidaya atau barang lain yang diperlukan untuk kepentingan pengelolaan- Jenis: Drum (Volume 120 liter)
- Jumlah: 9 buah.d. Jangkar: Agar seluruh sarana budidaya tidak bergeser dari tempatnya akibat pengaruh angin, gelombang digunakan jangkar.- Jenis yang dipakai: Besi atau beton (40 kg).- Jumlah : 4 buah
- Panjang tali : Minimal 1,5 kali ke Dalian aire. Ukuran benih yang akan Dipelihara: 50-75 gram/ekor
f. Pakan yang digunakan: ikan rucah
g. Perahu : Jukungh. Peralatan lain : ember,serok ikan, keranjang, gunting dll.

Perakitan karamba jaring bisa dilakukan di darat dengan terlebih dahulu dilakukan pembuatan kerangka rakit sesuai dengan ukuran yang telah ditentukan. Keangkan ditempatkan di lokasi budidaya yang telah direntukan dan agar tetap pada tempatnya (tidak terbawa arus) diberi jangkar sebanyak 4 buah. Jaring apung apa yang telah dibuat berbentuk bujur sangkar pada kerangka rakit dengan cara mengikat keempat sudut kerangka. Cara pengikatan jaring dapat dilihat pada gambar diabawah ini.

Gambar . Cara Mengikat Jaring

Untuk membuat jaring agar berbentuk bujur sangkar, maka pada sudut bagian bawah jaring diberi pemberat seperti pada gambar 3 di bawah ini :


Gambar Jaring Berbentuk Bujur Sangkar

Untuk mengikat bambu/kayu pada pada pelampung dapat dilihat seperti pada gambar dibawah ini :

Gambar Pelampung Diikatkan pada Bambu/Kerangka Rakit

Gambar Kerangka KJA
B. Budidaya

1) Metode Pemeliharaan
Benih ikan yang sudah mencapai ukuran 50-70 gram/ekor dari hasil pendederan atau hatchery, selanjutnya dipelikara dalam kurungan yang telah disiapkan. Penebaran benih ke dalam karamba/jaring apung dilakukan pada kegiatan sore hari dengan adaptasi terlebih dahulu.
Pemberian pakan dilakukan 2 kali sehari pada pagi dan sore hari dengan takaran pakan 8-10% botol total badan perhari. Jenis pakan yang diberikan adalah ikan rucah (trash fish). Konversi pakan yang digunakan adlah 6:1 dalam arti untuk menghasilkan 1 kg daging diperlukan pakan 6 kg.
Selama periode pemeliharan yaitu 5-6 bulan, dilakukan pembersihan kotoran yang menempel pada jaring, yang disebabkan oleh teritif, algae, kerangkerangan dll. Penempelan organisme sangat menggangu pertukaran air dan menyebabkan kurungan bertambah berat.
Pembersihan kotoran dilakukan secara periodik paing sedikit 1 bulan sekali dilakukan secara berkala atau bisa juga tergantung kepada banyak sedikitnya organisme yang menempel.
Penempelan oleh algae dapat ditanggulangi dengan memasukkan beberapa ekor ikan herbivora (Siganus sp.) ke dalam kurungan agar dapat memakan algae tersebut. Pembersihan kurungan dapat dilakukan dengan cara menyikat atau menyemprot dengan air bertekanan tinggi.
Selain pengelolaan terhadap sarana /jaring, pengelolaan terhadap ikan peliharaan juga termasuk kegiatan pemeliharaan yang harus dilakukan. Setiap hari dilakukan pengontrolan terhadap ikan peliharaan secara berkala, guna untuk menghindari sifat kanibalisme atau kerusakan fisik pada ikan. Disamping itu juga untuk menghindari terjadinya pertumbuhan yang tidak seragam karena adanya persaingan dalam mendapatkan makanan.
Penggolongan ukuran (grading) harus dilakukan bila dari hasil pengontrolan terlihat ukuran ikan yang tidak seragam. Dalam melakukan pengontrolan, perlu dihindari jangan sampai terjadi stress.
2) Panen
Lama pemeliharan mulai dari awal penebaran sampai mencapai ukuran ± 500 gram/ekor diperlikan waktu 5-6 bulan. Dengan tingkat kelulusan hidup/survival rate sebesar 90% akan didapat produksi sebesar 2.700 kg/unit/periode budidaya Pemanenan dilakukan dengan cara mengangkat jaring keluar rakit, kemudian dilakukan penyerokan.

Gambar Kakap Putih
3) Penyakit
Publikasi tentang penyakit yang menyerang ikan-ikan yang dibudidayakan di laut seperti ikan kakap putih belum banyak dijumpai. Ikan kakap putih ini termasuk diantara jenis-jenis ikan teleostei. Ikan jenis ini sering kali diserang virus, bakteri dan jamur. Gejala-gejala ikan yang terserang penyakit antara lain adalah, kurang nafsu makan, kelainan tingkah laku, kelainan bentuk tubuh dll.
Tindakan yang dapat dilakukan dalam mengantisipasi penyakit ini adalah:
a. menghentikan pemberian pakan terhadap ikan dan menggantinya dengan jenis yang lain;
b. memisahkan ikan yang terserang penyakit, serta mengurangi kepadatan;
c. memberikan obat sesuai dengan dosis yang telah ditentukan.

C. Pasca Budidaya

Tahap pasca budidaya yakni tahap pemasaran hasil budidaya. Pemasaran hasil budidaya dapat dilakukan dengan cara memasarkan hasil budidaya langsung ke pasar ataupun dengan mencari penampung. Pada dasarnya kegiatan pemasaran untuk jenis kakap putih ini tidaklah terlalu selalu sulit dikarenakan ikan ini termasuk ikan yang banyak dicari di pasaran. Pemasaran dari ikan ini juga apabila dalam skala besar seringkali tidak hanya untuk memnuhi kebutuhan dalam negri akan tetapi seringkali di ekspor ke luar juga.